|
perceraian dan anak-anak terlantarPERNIKAHAN - PERCERAIAN
Tiap tahun jumlah perceraian pasangan menikah di setiap daerah di Indonesia belum menunjukkan penurunan yang berarti. Kondisi ini memiliki konsekuensi yang sesungguhnya tidak sesederhana isi keputusan dari Pengadilan Agama. Perpisahan adalah hal yang merugikan dengan nilai yang relatif bagi pihak yang bercerai tergantung keadaan individul masing-masing dan permasalahannya. Ini merupakan konsekuensi wajar bagi "pelaku" yaitu suami dan istri, karena mereka yang memutuskan untuk menikah dan mereka pula yang memutuskan untuk bercerai. Dalam tulisan saya ini, tidak akan melihat dari sudut ketetapan yang diberlakukan oleh agama yang dianut oleh pasangan yang menikah dan bagaimana proses perceraian tersebut bisa terjadi, tetapi melihat ada satu atau lebih "komponen korban" yang tercipta dalam proses pernikahan tersebut yaitu anak. Selama ini seperti kita ketahui, bahwa dalam proses perceraian di pengadilan agama, hanya ada 2 subjek yang akan berperkara yaitu suami dan isteri. Memang pada bagian putusan akhir yang mengatur tentang hak pengurusan / perwalian terhadap anak, tetapi anak tidak memiliki hak suara untuk berbicara di persidangan, baik itu karena faktor usia anak-anak yang memang masih kecil serta memang tidak ada ketentuan yang mengatur tentang hal tersebut. ANAK-ANAK BROKEN HOME & ANAK-ANAK JALANAN YG TERLANTAR DENPASAR, Jaringnews.com - Kementerian Sosial menyebutkan bahwa saat ini terdapat sekitar 4,5 juta anak Indonesia yang masih terlantar. Atas angka yang cukup tinggi itu, Menteri Sosial Salim Segaf Al Djufri mengaku, kemampuan pihaknya terbatas. “Anak terlantar di seluruh Indonesia saat ini masih ada sekitar 4,5 juta anak. Kemampuan di Kementerian paling hanya sekitar 200 ribu saja. Coba bayangkan, itu dari 4,5 juta,” ujar dia saat memberikan bantuan sosial di Yayasan Rehabilitasi Narkoba, Denpasar, Selasa (11/12). REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angka perceraian pasangan di Indonesia terus meningkat drastis. Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) mencatat selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian hingga 70 persen. Dirjen Badilag MA, Wahyu Widiana, mengatakan tingkat perceraian sejak 2005 terus meningkat di atas 10 persen setiap tahunnya. Data jumlah perceraian tahun 2011 belum bisa dipastikan sebab masih menunggu proses rekapitulasi dari 33 pengadilan tinggi agama se-Indonesia. Meski begitu, pihaknya tidak menyangkal terjadi kenaikan perceraian di atas 10 persen dibanding angka tahun 2010. “Perceraian naiknya terus-terusan, begitu juga pada 2011,” ujar Wahyu kepada Republika, Selasa (24/1). Pada tahun 2010, terjadi 285.184 perceraian di seluruh Indonesia. Penyebab pisahnya pasangan jika diurutkan tiga besar paling banyak akibat faktor ketidakharmonisan sebanyak 91.841 perkara, tidak ada tanggungjawab 78.407 perkara, dan masalah ekonomi 67.891 perkara. Sedangkan tahun sebelumnya, tingkat perceraian nasional masih di angka 216.286 perkara. Angka faktor penyebabnya terdiri atas ketidakharmonisan 72.274 perkara, tidak ada tanggungjawab 61.128 perkara, dan faktor ekonomi 43.309 perkara. Dari 2 berita di atas maka akan dengan mudah dapat di temukan korelasi antara perceraian dan jumlah anak-anak broken home serta anak-anak yang terlantar. Bila faktor ketidak harmonisan rumah tangga yang menjadi penyebab perceraian sangat besar korelasinya dalam kontribusi membentuk anak-anak broken home, Bila faktor ekonomi yang menjadi penyebab perceraian maka akan menciptakan anak-anak yang terlantar, sementara Bila faktor tidak ada tanggung jawab yang menjadi penyebab perceraian memiliki potensi untuk menciptakan kedua golongan anak-anak tersebut. Adanya golongan anak-anak ini merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi negara dan kita sebagai masyarakat. Di atas disebutkan oleh Menteri sosial bahwa kementerian memiliki keterbatasan anggaran, di lain sisi melindungi anak-anak terlantar adalah bagian dari UUD 1945 yang mutlak harus di jalankan. Golongan anak-anak ini sangat rentan untuk disusupi oleh penyakit masyarakat seperti kriminalitas, narkoba, penyimpangan seksual dan lain sebagainya, dan bagi saya bagian terburuknya adalah berkurangnya Generasi Muda Bangsa Indonesia yang produktif. 3 FAKTOR PERCERAIAN DAN PERMASALAHAN YANG TIMBUL BAGI NEGARA 1. Ketidak Harmonisan 2. Tidak ada tanggung jawab 3. Ekonomi. Dari ke - 3 faktor perceraian ini sangat berpotensi menciptakan anak-anak broken home dan anak-anak terlantar. Suka atau tidak maka pemerintah mewakili Negara harus menanggung masalah yang ditimbulkannya. Bila anak-anak tersebut menjadi terlantar, maka Negara harus mengeluarkan anggaran untuk membiayainya. Jika mereka tumbuh dan memasuki angkatan usia kerja tanpa pendidikan yang cukup maka akan timbul masalah pengganguran dan jika golongan anak-anak tersebut menjadi pelaku tindak kejahatan kriminal, maka itu menjadi persoalan lebih besar lagi dan membutuhkan biaya besar dan cara penanganan yang lebih sulit lagi. Permasalahan ini sudah ada dan akan terus berkembang lebih besar lagi jika tidak ditanggani dengan tepat. Kesulitan pengendalian jumlah pengganguran, pelaku tindak kejahatan kriminal, jumlah pengedaran dan korban penyalahgunaan narkoba, prostitusi bahkan penjualan bayi dan anak-anak. PENCEGAHAN SERTA PRIORITAS LOWONGAN PEKERJAAN BAGI CALON PENGANTIN. Sebagai akhir dari tulisan ini, saya akan merangkumkan permasalah ini secara netral dan menuliskan solusi pencegahan untuk mengatasinya. 1. Sebagai pencegahan, pemerintah mewajibkan bagi kedua orang calon mempelai untuk menerima pengajaran yang menjelaskan tentang hak dan kewajiban masing-masing pasangan calon pengantin. Dalam hal ini pemerintah melalui pejabat / petugas dari Pengadilan Agama yang memberikan pengajarannya, materi pengajaran sesuai dengan ajaran dan ketentuan dari Agama yang di anut oleh calon penganti tersebut.
|