"Menentukan agama, pasangan hidup, karier serta profesi adalah pilihan, tetapi terlahir di Bumi Indonesia dan menjadi Orang Indonesia itu adalah takdir."(wslukman)
Persiapan dan Proses peralihan teknologi untuk Sumber Energi Nasional. Di bawah ini adalah beberapa teknologi pengolahan sumber energi terbarukan yang telah dan sedang terus di kembangkan di hampir seluruh negara di dunia. Pengembangan terhadap teknologi ini bertujuan untuk memaksimalkan hasil energi yang dapat dihasilkan dengan biaya infrastruktur dan pembuatan yang murah dan ramah terhadap lingkungan.
Energi dari Cahaya Matahari (Solar Cell) Menggunakan teknologi panel photovoltaic atau panel tenaga surya untuk mengumpulkan energi listrik. Energi Angin (Wind power) Kincir angin yang modern rata-rata berkapasitas antara 600kW sampai 5MW. Tenaga Air (Hydropower) menggunakan kincir air beberapa teknologi yang sudah ada yaitu hydroelectric, microhydro.dan damless hydro. Ocean energy yaitu energy dari laut atau samudra. Dalam hal ini termasuk marine current power, ocean thermal energy ada tidal power. Biomass (plant material) Berasal dari matahari. Melalui proses photosintesa, tanaman menangkap tenaga matahari . Dalam hal ini biomass berfungsi sebagai aki tempat penyimpanan energy surya. Energi bahan bakar bio (Liquid biofuel) Terbagi menjadi dua yaitu bioalcohol (bioethanol) dan biodiesel. Bioethanol adalah alcohol yang didapat dari proses fermentasi gula yang ada pada tanaman. Energi panas bumi (Energy geothermal) adalah energi yang dihasilkan dengan cara mengambil panas bumi.
Pembangkit Energi Uap dengan bahan bakar sampah. Pembangkit Listrik Tenaga Uap adalah pembangkit yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Bentuk utama pembangkit listrik jenis ini adalah Generator yang di hubungkan ke turbin dimana untuk memutar turbin diperlukan energi kinetik dari uap panas atau kering. Pembangkit listrik tenaga uap menggunakan berbagai macam bahan bakar terutama batu-bara dan minyak bakar serta MFO untuk start awal, tetapi dalam Artikel ini Bahan bakar yang di gunakan adalah sampah.
Teknologi Insinerasi Sampah Sistem insinerasi sampah biasanya terdiri dari fasilitas penerimaan, tungku pembakaran, dan perangkat pengendali emisi. Untuk menghasilkan listrik, panas yang dihasilkan oleh pembakaran sampah di tungku dimanfaatkan untuk mendidihkan air menjadi uap yang lalu menggerakkan turbin dan menghasilkan daya pada generator listrik.
Cara kerja ini mirip dengan sistem thermal biasa (PLTU) hanya saja menggunakan bahan bakar dari pembakaran sampah.
Dengan kapasitas penerimaan 740 ton sampah per hari atau sepertiga dari sampah yang dihasilkan di Kabupaten Bandung, sebuah PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) dapat menghasilkan listrik sebesar 168.977 MWh/tahun dengan kapasitas daya 21 MW. Jumlah ini sama dengan kebutuhan rata-rata 57 ribu rumah tangga per tahun.
Teknologi ini pun mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 165.404 ton ekuivalen CO2 yang sama dengan emisi dari penggunaan 30.294 mobil bila dibandingkan energi dari PLTU batu bara.
Pembangunan diestimasi membutuhkan lahan seluas 14 hektar, dengan biaya awal sekitar Rp332 miliar dan biaya operasional tahunan Rp74 miliar.
Bila listrik yang dihasilkan dijual ke PLN dengan tarif Rp 787,20 per kWh (diadaptasi dari nilai tarif pembelian listrik oleh PLN dengan PLTU batu bara yang sedang dibangun oleh PT Bukit Asam Tbk.) maka setelah tahun ke-4 pembangunan akan balik modal dan memiliki IRR (Internal Rate of Return) sebesar 31%. Hal ini menunjukkan manfaat yang sangat besar dari segi ekonomi, dan lahan TPA sampah perkotaan yang sangat terbatas.
Sumber Artikel: - Syawalianto Rahmaputro, Kontributor Hijauku.com dari Nantes, Prancis. Penulis adalah penerima Beasiswa Unggulan KEMENDIKNAS dan Mahasiswa Master of Energy and Environment, Ecole des Mines de Nantes, France. Saat ini penulis menjabat Ketua PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) di kota Nantes, Prancis. - Situs swadaya indoenergi.com (http://www.indoenergi.com/search/label/daur%20ulang)
* Khusus yang ingin saya tambahkan adalah proses filterisasi asap sisa pembakaran, dengan konsep "mencampurkan" dengan air yang dilanjutkan dengan "penyaringan" air hasil percampuran tersebut dengan material-material yang umum digunakan sebagai media "penyaringan" di tambahkan dengan kapur sebagai saringan untuk "menangkap" CO dan zat-zat berbahaya lainnya, sebelum akhirnya air itu kembali digunakan untuk "media pencampur."
Udara yang telah di saring baru dilepas kembali ke udara bebas ataupun digunakan sebagai "oksigen" di ruang pembakaran. Dengan perlakuan "penyaringan" asap sisa pembakaran ini, maka efek rumah kaca dan hujan asam akibat lepasnya asap pembakaran secara langsung ke atmosfer dapat di minimalisasi.