Melongok Sejarah Sumpah Pemuda di Museum Sumpah Pemuda
Sumpah Pemuda, jika kita mendengar kalimat ini kita pasti teringat janji para pemuda Indonesia yang di dengungkan pada Kongres Pemuda Kedua yang di adakan di sebuah rumah sederhana pada tanggal 27 - 28 Oktober 1928, yang berbunyi "Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia". Rumah Tempat berlangsungnya Kongres Pemuda kedua itu kini di abadikan sebagai Museum Sumpah Pemuda.
Terletak di jalan Kramat No. 106, Jakarta Pusat, Museum ini dulunya merupakan rumah milik Sie Kok Liong yang kemudian di jadikan pondokan para pelajar yang kebanyakan merupakan siswa Sekolah Pendidikan Dokter STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen). Selain sebagai tempat tinggal, gedung tersebut juga digunakan sebagai tempat latihan kesenian “Langen Siswo”, diskusi politik. kegiatan olah raga, dan mendirikan perhimpunan yaitu Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI).
Setelah Perhimpunan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI), didirikan pada bulan September 1926, Gedung Kramat 106 dijadikan kantor PPPI dan kantor redaksi majalah PPPI, Indonesia Raja. Berbagai organisasi pemuda sering menggunakan tempat ini sebagai tempat kongres dengan mendapat pengawasan ketat dari Politieke Inlichtingen Dienst (PID), semacam dinas intelijen politik Pemerintah Hindia-Belanda. Karena sering dijadikan tempat pertemuan para tokoh pemuda Indonesia, sejak tahun 1928 gedung ini di beri nama Indonesische Clubgebouw (IC, Gedung Pertemuan Indonesia). Tokoh-tokoh yang pernah tinggal di gedung ini antara lain Muhammad Yamin, Abu Hanifah, Amir Sjarifudin, A. K. Gani, Setiawan, Soejadi, Mangaraja Pintor dan Assaat. Nah, ketika pada tanggal 27-28 Oktober 1928 itulah, Gedung Kramat 106 ini dijadikan salah satu tempat penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua. Tempat di mana dibacakannya rumusan hasil kongres yang selanjutnya disebut Sumpah Pemuda, dan juga diperdengarkannya Lagu Indonesia Raya pertama kali oleh Wage Rudolf Supratman melalui gesekan biolanya.
Setelah para pelajar tidak melanjutkan sewanya pada tahun 1934, gedung Kramat 106 ini, disewakan kepada Pang Tjem Jam sebagai rumah tinggal. Atas seizing Sie Kong Liong, Pang Tjem Jam merombak dan meninggikan gedung ini. Setelah itu, gedung tersebut disewa lagi oleh Loh Jin Tjoe yang kemudian digunakannya sebagai toko bunga (1937-1948) dan hotel Hersia (1948-1951). Pada masa Revolusi Fisik, Gedung Kramat 106 ini di jadikan markas pemuda pejuang. Setelah itu pada tahun 1951 – 1970, disewa Inspektorat Bea dan Cukai untuk perkantoran dan penampungan karyawannya.
Agar nilai sejarah yang terkandung di dalam Gedung Kramat 106 ini tetap terpelihara, Gubernur DKI Jakarta melalui SK Gubernur No. cb.11/1/12/72 jo Monumenten Ordonantie Staatsblad No. 238 tahun 1931, tanggal 10 Januari 1972, kemudian menetapkan Gedung Kramat 106 sebagai benda cagar budaya. Sebagai tindak lanjut SK Gubernur tersebut, pada tanggal 3 April 1973 Gedung Kramat 106 kemudian dipugar oleh Pemda DKI Jakarta. Setelah selesai di pugar, Gedung Kramat 106 kemudian dijadikan museum dengan nama Gedung Sumpah Pemuda. Peresmiannya dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada tanggal 20 Mei 1973. Pada 20 Mei 1974 Gedung Sumpah Pemuda kembali diresmikan oleh Presiden RI, Soeharto.
Pada tanggal 16 Agustus 1979, pengelolaan Gedung ini di serahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan keluarnya SK. Mendikbud No.029/O/1983, tanggal 7 Februari 1983, Gedung Sumpah Pemuda dijadikan UPT di lingkungan Direktorat Jendral Kebudayaan dengan nama Museum Sumpah Pemuda.
Sejak tahun 2000, pengelolaan Museum Sumpah Pemuda di tangani oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Namun seiring dengan berubahnya struktur pemerintahan, pada tahun 2011, pengelolaan Museum Sumpah Pemuda kembali di pegang oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sesuai namanya, koleksi museum terdiri atas benda-benda yang berhubungan dengan peristiwa Sumpah Pemuda, diantaranya berupa foto kegiatan organisasi pemuda, bendera organisasi, biola W.R. Supratman, patung tokoh, lukisan, Vespa, Diorama, Lampu Gantung dan benda-benda bersejarah lain. Koleksi-koleksi ini ditata mengikuti kronologis peristiwa Sumpah Pemuda, yakni Ruang Pengenalan, Ruang Pertumbuhan Organisasi Kepemudaan, Ruang Kongres Pemuda Indonesia Pertama, Ruang Kongres Pemuda Indonesia Kedua, Ruang Indonesia Muda, Ruang PPPI, dan Ruang Tematik.
Dengan lokasi yang terbilang strategis karena terletak di pinggir jalan kramat raya, sehingga mudah di jangkau baik dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Di tambah tiket masuk yang cukup murah yakni hanya Rp. 2.000,- untuk dewasa dan Rp. 1.000,- untuk anak-anak, Museum yang buka setiap hari, dari hari Selasa-Minggu, dengan jam buka mulai pukul 08.00-15.30 WIB ini wajib menjadi pilihan utama untuk di kunjungi, mengingat banyaknya jejak sejarah perjuangan pemuda yang terjadi di tempat ini, yang bisa kita pelajari dan kita ambil manfaatnya.
(dari beberapa sumber)
http://www.tamanismailmarzuki.com/museum-sumpah-pemuda.php
Sumpah Pemuda, jika kita mendengar kalimat ini kita pasti teringat janji para pemuda Indonesia yang di dengungkan pada Kongres Pemuda Kedua yang di adakan di sebuah rumah sederhana pada tanggal 27 - 28 Oktober 1928, yang berbunyi "Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia". Rumah Tempat berlangsungnya Kongres Pemuda kedua itu kini di abadikan sebagai Museum Sumpah Pemuda.
Terletak di jalan Kramat No. 106, Jakarta Pusat, Museum ini dulunya merupakan rumah milik Sie Kok Liong yang kemudian di jadikan pondokan para pelajar yang kebanyakan merupakan siswa Sekolah Pendidikan Dokter STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen). Selain sebagai tempat tinggal, gedung tersebut juga digunakan sebagai tempat latihan kesenian “Langen Siswo”, diskusi politik. kegiatan olah raga, dan mendirikan perhimpunan yaitu Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI).
Setelah Perhimpunan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI), didirikan pada bulan September 1926, Gedung Kramat 106 dijadikan kantor PPPI dan kantor redaksi majalah PPPI, Indonesia Raja. Berbagai organisasi pemuda sering menggunakan tempat ini sebagai tempat kongres dengan mendapat pengawasan ketat dari Politieke Inlichtingen Dienst (PID), semacam dinas intelijen politik Pemerintah Hindia-Belanda. Karena sering dijadikan tempat pertemuan para tokoh pemuda Indonesia, sejak tahun 1928 gedung ini di beri nama Indonesische Clubgebouw (IC, Gedung Pertemuan Indonesia). Tokoh-tokoh yang pernah tinggal di gedung ini antara lain Muhammad Yamin, Abu Hanifah, Amir Sjarifudin, A. K. Gani, Setiawan, Soejadi, Mangaraja Pintor dan Assaat. Nah, ketika pada tanggal 27-28 Oktober 1928 itulah, Gedung Kramat 106 ini dijadikan salah satu tempat penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua. Tempat di mana dibacakannya rumusan hasil kongres yang selanjutnya disebut Sumpah Pemuda, dan juga diperdengarkannya Lagu Indonesia Raya pertama kali oleh Wage Rudolf Supratman melalui gesekan biolanya.
Setelah para pelajar tidak melanjutkan sewanya pada tahun 1934, gedung Kramat 106 ini, disewakan kepada Pang Tjem Jam sebagai rumah tinggal. Atas seizing Sie Kong Liong, Pang Tjem Jam merombak dan meninggikan gedung ini. Setelah itu, gedung tersebut disewa lagi oleh Loh Jin Tjoe yang kemudian digunakannya sebagai toko bunga (1937-1948) dan hotel Hersia (1948-1951). Pada masa Revolusi Fisik, Gedung Kramat 106 ini di jadikan markas pemuda pejuang. Setelah itu pada tahun 1951 – 1970, disewa Inspektorat Bea dan Cukai untuk perkantoran dan penampungan karyawannya.
Agar nilai sejarah yang terkandung di dalam Gedung Kramat 106 ini tetap terpelihara, Gubernur DKI Jakarta melalui SK Gubernur No. cb.11/1/12/72 jo Monumenten Ordonantie Staatsblad No. 238 tahun 1931, tanggal 10 Januari 1972, kemudian menetapkan Gedung Kramat 106 sebagai benda cagar budaya. Sebagai tindak lanjut SK Gubernur tersebut, pada tanggal 3 April 1973 Gedung Kramat 106 kemudian dipugar oleh Pemda DKI Jakarta. Setelah selesai di pugar, Gedung Kramat 106 kemudian dijadikan museum dengan nama Gedung Sumpah Pemuda. Peresmiannya dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada tanggal 20 Mei 1973. Pada 20 Mei 1974 Gedung Sumpah Pemuda kembali diresmikan oleh Presiden RI, Soeharto.
Pada tanggal 16 Agustus 1979, pengelolaan Gedung ini di serahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan keluarnya SK. Mendikbud No.029/O/1983, tanggal 7 Februari 1983, Gedung Sumpah Pemuda dijadikan UPT di lingkungan Direktorat Jendral Kebudayaan dengan nama Museum Sumpah Pemuda.
Sejak tahun 2000, pengelolaan Museum Sumpah Pemuda di tangani oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Namun seiring dengan berubahnya struktur pemerintahan, pada tahun 2011, pengelolaan Museum Sumpah Pemuda kembali di pegang oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sesuai namanya, koleksi museum terdiri atas benda-benda yang berhubungan dengan peristiwa Sumpah Pemuda, diantaranya berupa foto kegiatan organisasi pemuda, bendera organisasi, biola W.R. Supratman, patung tokoh, lukisan, Vespa, Diorama, Lampu Gantung dan benda-benda bersejarah lain. Koleksi-koleksi ini ditata mengikuti kronologis peristiwa Sumpah Pemuda, yakni Ruang Pengenalan, Ruang Pertumbuhan Organisasi Kepemudaan, Ruang Kongres Pemuda Indonesia Pertama, Ruang Kongres Pemuda Indonesia Kedua, Ruang Indonesia Muda, Ruang PPPI, dan Ruang Tematik.
Dengan lokasi yang terbilang strategis karena terletak di pinggir jalan kramat raya, sehingga mudah di jangkau baik dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Di tambah tiket masuk yang cukup murah yakni hanya Rp. 2.000,- untuk dewasa dan Rp. 1.000,- untuk anak-anak, Museum yang buka setiap hari, dari hari Selasa-Minggu, dengan jam buka mulai pukul 08.00-15.30 WIB ini wajib menjadi pilihan utama untuk di kunjungi, mengingat banyaknya jejak sejarah perjuangan pemuda yang terjadi di tempat ini, yang bisa kita pelajari dan kita ambil manfaatnya.
(dari beberapa sumber)
http://www.tamanismailmarzuki.com/museum-sumpah-pemuda.php